Aku rindu merauke Aku rindu merauke

Saturday, May 1, 2010

Aku rindu merauke

. Saturday, May 1, 2010

Setelah hampir sepuluh tahun tinggalkan kota Merauke, kini mulai ada rasa rindu yang mendalam terhadap kota Merauke. Kota ini telah membesarkan diriku. Kota ini dahulu lebih akrab disebut sebagai kota rusa. Dahulu rusa dan kangguru sering nampak terlihat dipinggir kota mencari makan.

Setelah hampir sepuluh tahun tinggalkan kota Merauke, kini mulai ada rasa rindu yang mendalam terhadap kota Merauke. Kota ini telah membesarkan diriku. Kota ini dahulu lebih akrab disebut sebagai kota rusa. Dahulu rusa dan kangguru sering nampak terlihat dipinggir kota mencari makan.

Merauke juga dikenal melalui lagu perjuangan ”dari sabang sampai merauke” merauke penuh dengan keunikan. Di kota merauke secara alami tidak bisa kita jumpai batu dan pegunungan. Kota ini rata. Mungkin lebih lebih banyak tanah dari pad pasirnya. Dahulu jalanan di kota ini dibangun dengan konstruksi cor. Semen plus pasir.

Dipinggiran kota terbentang sungai yang lebar dan panjang. Sungai Maro namanya. Sungai ini juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian. Pasalnya di sungai ini dibangun beberapa pelabuah besar dan kecil. Termasuk pelabuhan untuk kapal-kapal milik Pelni untuk berlabuh dan bongkar muat.

Lalu apa yang membuat saya jadi rindu dengan kota Merauke?. Yang pasti banyak hal yang mungkin tidak bisa saya sebut satu persatu. Kota merauke dengan kota rusanya sudah pasti sangat berarti bagi saya. Di kota ini saya dibesarkan. Dikota ini saya menuntut ilmu. Di kota ini saya menikah. Di kota ini saya masuk bekerja. Di kota ini hidup damai antara penduduk asli dengan pendatang.

Sebagai kota perbatasan, tentu merauke memiliki titik kilometer nol sebagai perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga, Papua New Guine (PNG). Titik kilometer nol itu berdiri megah ditengah hutan SOTA menghadap kebarat. Dibutuhkan waktu memang menuju tugu perbatasan dari kota Merauke. Jaraknya mungkin kurang lebih 75 kilometer. Sesaat setelah meninggalkan kota merauke, dikawasan hutan lindung, tepatnya di areal taman nasional wasur, kalau lagi beruntung kita bisa menikmati aneka burung dan juga binatang lainnya, seperti kangguru.

Karena saat ini saya lagi rindu maka melalui postingan ini saya ingin berbagi tentang merauke yang pernah saya rasakan diantaranya, makanan khasnya dengan sebutan ”sagu sep”. Makanan ini diramu dengan campuran daging ataupun ikan, lalu di bakar dalam tempurung, setelah matang ooooo nikmatnya bukan main. Inilah yang membuat saya sulit untuk melupakan kotaku Merauke.

Satu lagi yang membuat saya susah untuk melupakan Merauke adalah, pantai lampu satu. Dahulu tempat ini hampir setiap minggu saya kunjungi. Selain keindahan dan keramahan penduduk lokalnya. Ditempat ini juga saya dan beberapa sahabat menarik jaring untuk mendapatkan udang. Hanya beberapa langkah menarik jaring, maka tunggulah hasilnya cukup memuaskan.

Kota Merauke dengan mottonya ”Izakod bekai Izakod Kai” (Satu hati satu tujuan) dihuni berbagai etnis suku asli dan pendatang. Suku asli merauke antara lain, Marind, Muyu, Mandobo dan masih banyak lagi suku yang berasal dari berbagai distrik. Sementara untuk suku pendatang juga cukup banyak, seperti, Makassar, Bugis, Batak, Jawa dan sebagainya.

Saya juga teringat akan musim dinginnya kota merauke. Tapi saya sudah lupa pada bulan apa persisnya musim dingin itu tiba. Terasa berada di negeri eropa saja.

Masih banyak lagi kenangan indah membuat saya rindu dengan kota Merauke. Yang pasti masyarakat Indonesia di Merauke sungguh ramah dan penuh persaudaraan. Rasanya tak ada tempat istilah untuk ”lue lue, gue gue”. Tidak percaya, coba saja luangkan waktu berkunjung kesana.

Hepe tago merauke? I love Merauke
Namek Muchtar di Kendari.


0 komentar :

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

Terimakasih banyak atas kunjungannya