Kumpulan Puisi
WS Rendra. Indonesia punya
salah satu pujangga yang terkenal bahkan puisinya tentang cinta, kehidupan dan
alam masih banyak di cari hingga sekarang.
Biografi Profil Foto WS Rendra
Rendra
(Willibrordus Surendra Bawana Rendra; lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November
1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) yang
lebih kita kenal dengan panggilan WS Rendra dengan julukan si Burung Merak
adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia
mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok
teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel
Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah
aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Itulah Biografi Singkat WS. Rendra. Pada kesempatan yang berbahagia ini saya selaku admin BlogtainmentNews akan berbagi sebuah koleksi artikel lama tentang Kumpulan Sajak dan Puisi dari WS Rendra. Artikel ini saya kumpulakan dari berbagai sumber, dan semoga artikel yang telah saya update dapat bermanfaat untuk sobat pembaca.
Kumpulan Puisi WS Rendra
Pamplet Cinta
Oleh : W.S. Rendra
Ma, nyamperin matahari
dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari
segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman
berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju
melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah
berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu
mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan
dengan senjata.
Aku muak dengan gaya
keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru
menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan
seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan
senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di
lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib
bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi
kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan
oleh penyair
bila setiap kata telah
dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan
berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara
kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan
?
Harapan adalah karena aku
akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku
akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku
akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa
yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku
berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku
seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan
raya yang lengang…….
Tidak. Aku tidak sedih
dan kesepian.
Aku menulis sajak di
bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam
udara yang berdebu.
Dengan berteman
anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati
hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut
matahari bunting,
jam duabelas seperempat
siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak
terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil
bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai
kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai
kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita
sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk
cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan
sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena napas
mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran
diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah
penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari
dari satu sisi,
memandang wajahmu dari
segenap jurusan.
Pejambon, Jakarta, 28
April 1978
Potret Pembangunan dalam
Puisi
===========================================================
Sajak Seorang Tua Untuk Isterinya
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan
encokmu
kenangkanlah pula masa
remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita
lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib
kita
Kerna soalnya adalah
hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah
istimewa
kerna setiap orang
mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk
mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk
mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit
dan samodra,
serta mencipta dan
mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau
neraka.
Tetapi demi kehormatan
seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah
kita bukan debu
meski kita telah reyot,
tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah
kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak
seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa
tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang
dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang
selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun
lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu
tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan
bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna
bersandiwara.
Bukan kerna senyuman
adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman
adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan,
manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh
tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita
telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan
bongkok
kerna usia nampaknya
lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita
telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan
encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang
seratus dewa.
===========================================================
Orang-Orang Miskin
Oleh : W.S. Rendra
Orang-orang miskin di
jalan,
yang tinggal di dalam
selokan,
yang kalah di dalam
pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka
ditinggalkan.
Angin membawa bau baju
mereka.
Rambut mereka melekat di
bulan purnama.
Wanita-wanita bunting
berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan
raya.
Orang-orang miskin.
Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin.
Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan
mereka,
di jalan kamu akan diburu
bayangan.
Tidurmu akan penuh
igauan,
dan bahasa anak-anakmu
sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara
ini kaya
karena orang-orang
berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu
kaya
bila tetanggamu memakan
bangkai kucingnya.
Lambang negara ini
mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak
perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan
jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di
jalan
masuk ke dalam tidur
malammu.
Perempuan-perempuan bunga
raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari
jalanan
meraba-raba kaca
jendelamu.
Mereka tak bisa kamu
biarkan.
Jumlah mereka tak bisa
kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi
pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka
agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan
tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden
presidenan
dan buku programma gedung
kesenian.
Orang-orang miskin
berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang
selalu ada,
bagai gerimis yang selalu
membayang.
Orang-orang miskin
mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka
sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah
Ibrahim
Yogya, 4 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam
Puis
===========================================================
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat
umum
ditutupi jaring
labah-labah
Orang-orang bicara dalam
kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari
ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian
merajalela.
Di luar kekuasaan
kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon
binatang
Apabila kritik hanya
boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi
sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum
tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi
monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu
bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan
bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat
asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam
tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar
kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan
setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi
tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah
mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah
mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari
airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi
pada dendam.
Gelombang angin
menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai
sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan
adalah saudara
Di dalam alam masih ada
cahaya.
Matahari yang tenggelam
diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti
terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur
kehidupan,
aku melihat bagai terkaca
:
ternyata kita, toh,
manusia !
Pejambon Jakarta 27 April
1978
Potret Pembangunan dalam
Puisi
===========================================================
Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
Oleh : W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota
terbakar
dan firmanMu terguris di
atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan
bapa
Tanah sepi kehilangan
lelakinya
Bukannya benih yang
disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah
mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna
dosa
dan mesiu kembali lagi
bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku
menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang
terjajah ?
Sementara kulihat kedua
lengaMu yang capai
mendekap bumi yang
mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam
senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku
menusukkan sangkurku
Mimbar Indonesia
Th. XIV, No. 25
18 Juni 1960
===========================================================
Gerilya
Oleh : W.S. Rendra
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya
tembakau
bendungan keluh dan
bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh
merah
dengan sayur-mayur di
punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung
mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air
bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda
dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
Siasat
Th IX, No. 42
1955
===========================================================
Gugur
Oleh : W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang
dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan
gemilang
pelor terakhir dari
bedilnya
Ke dada musuh yang
merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang
dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut
menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari
kotanya
Sesudah pertempuran yang
gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang
dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang
tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari
tanah
tanah Ambarawa yang
kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi
kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat
pautan yang sah.
Bumi kita adalah
kehormatan.
Bumi kita adalah juwa
dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek
moyang.
Ia adalah bumi waris yang
sekarang.
Ia adalah bumi waris yang
akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan
terbakar
Kerna api menyala di kota
Ambarawa
Orang tua itu kembali
berkata :
“Lihatlah, hari telah
fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat
selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya
benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah
di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
===========================================================
Hai, Kamu !
Oleh : W.S. Rendra
Luka-luka di dalam
lembaga,
intaian keangkuhan
kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan
antar manusia,
duduk di dalam kemacetan
angan-angan.
Aku berontak dengan memandang
cakrawala.
Jari-jari waktu
menggamitku.
Aku menyimak kepada arus
kali.
Lagu margasatwa agak
mereda.
Indahnya ketenangan turun
ke hatiku.
Lepas sudah
himpitan-himpitan yang mengekangku.
Jakarta, 29 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam
Puisi
===========================================================
Lagu Seorang Gerilya
(Untuk puteraku Isaias
Sadewa)
Oleh : W.S. Rendra
Engkau melayang jauh,
kekasihku.
Engkau mandi cahaya
matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan,
berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon
pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung
selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu
keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas
terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya
matahari,
kehijauan menyelimuti
medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan
mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi
yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari
dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan
lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku
yang telah gugur
di dalam berjuang membela
rakyat jelata
Jakarta, 2 september 1977
Potret Pembangunan dalam
Puisi
===========================================================
Lagu Serdadu
Oleh : W.S. Rendra
Kami masuk serdadu dan
dapat senapang
ibu kami nangis tapi
elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur
arak!
Yoho, mimpi kami
patung-patung dari perak
Nenek cerita pulau-pulau
kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik
untuk mati
Dan kalau ku telentang
dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku
di rumah
Siasat
No. 630, th. 13
Nopember 1959
===========================================================
Mazmur Mawar
Oleh : W.S. Rendra
Kita muliakan Nama Tuhan
Kita muliakan dengan
segenap mawar
Kita muliakan Tuhan yang
manis,
indah, dan penuh kasih
sayang
Tuhan adalah serdadu yang
tertembak
Tuhan berjalan di
sepanjang jalan becek
sebagai orang miskin yang
tua dan bijaksana
dengan baju
compang-camping
membelai kepala
kanak-kanak yang lapar.
Tuhan adalah Bapa yang
sakit batuk
Dengan pandangan arif dan
bijak
membelai kepala para
pelacur
Tuhan berada di gang-gang
gelap
Bersama para pencuri,
para perampok
dan para pembunuh
Tuhan adalah teman
sekamar para penjinah
Raja dari segala raja
adalah cacing bagi bebek
dan babi
Wajah Tuhan yang manis
adalah meja pejudian
yang berdebu dan
dibantingi kartu-kartu
Dan sekarang saya lihat
Tuhan sebagai orang tua
renta
tidur melengkung di
trotoar
batuk-batuk karena malam
yang dingin
dan tangannya menekan
perutnya yang lapar
Tuhan telah terserang
lapar, batuk, dan selesma,
menangis di tepi jalan.
Wahai, ia adalah teman
kita yang akrab!
Ia adalah teman kita
semua: para musuh polisi,
Para perampok, pembunuh,
penjudi,
pelacur, penganggur, dan
peminta-minta
Marilah kita datang
kepada-Nya
kita tolong teman kita
yang tua dan baik hati.
Dikutip dari:
Sajak-sajak Sepatu Tua
Rendra
Pustaka Jaya
Dirgahayu6 – Karya Wiyata
83 Tahun XX Juli-Agustus 1997
===========================================================
Sajak Sebatang Lisong
menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung
mengangkang
berak di atas kepala
mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan
juta kanak - kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan -
pertanyaanku
membentur meja kekuasaan
yang macet
dan papantulis -
papantulis para pendidik
yang terlepas dari
persoalan kehidupan
delapan juta kanak -
kanak
menghadapi satu jalan
panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan
ujungnya
..........................
menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana -
sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita
bunting
antri uang pensiunan
dan di langit
para teknokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah
malas
bahwa bangsa mesti
dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan
teknologi yang diimpor
gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di
dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang
terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair -
penyair salon
yang bersajak tentang
anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan
terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak -
kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki
dewi kesenian
bunga - bunga bangsa
tahun depan
berkunang - kunang
pandang matanya
di bawah iklan berlampu
neon
berjuta - juta harapan
ibu dan bapak
menjadi gemalau suara
yang kacau
menjadi karang di bawah
muka samodra
.................................
kita mesti berhenti
membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya
boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti
merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke
jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua
gejala
dan menghayati persoalan
yang nyata
inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita
lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari
masalah kehidupan
RENDRA
( itb bandung - 19
agustus 1978 )
===========================================================
Sajak Orang Lapar
kelaparan adalah burung
gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung
gagak
bagai awan yang hitam
o Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah
burung gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah
pemberontakan
adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau
pembunuhan
yang diayunkan oleh
tangan-tangan orang miskin
kelaparan adalah
batu-batu karang
di bawah wajah laut yang
tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan
kehormatan
seorang pemuda yang gagah
akan menangis tersedu
melihat bagaimana
tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya
di tanah
karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis
yang menawarkan kediktatoran
o Allah !
kelaparan adalah
tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam
tawas
ke dalam perut para
miskin
o Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu
perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam
tawas
dan pecahan-pecahan gelas
kaca
o Allah !
betapa indahnya sepiring
nasi panas
semangkuk sop dan segelas
kopi hitam
o Allah !
kelaparan adalah burung
gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu
===========================================================
Sajak Rajawali
sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah
rajawali
menjadi seekor burung
nuri
rajawali adalah pacar
langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu
menanti
langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan
kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh
rajawali
tujuh cakrawala, tujuh
pengembara
rajawali terbang tinggi
memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya
hidup adalah
merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari
keringat matahari
tanpa kemantapan hati
rajawali
mata kita hanya melihat
matamorgana
rajawali terbang tinggi
membela langit dengan
setia
dan ia akan mematuk kedua
matamu
wahai, kamu, pencemar
langit yang durhaka
===========================================================
Sajak Pertemuan Mahasiswa
matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok
di kaki langit
melihat kali coklat
menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di
dalam hutan
lalu kini ia dua
penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita
berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak
selalu berguna
kenapa maksud baik dan
maksud baik bisa berlaga
orang berkata :
"kami ada maksud baik"
dan kita bertanya :
"maksud baik untuk siapa ?"
ya !
ada yang jaya, ada yang
terhina
ada yang bersenjata, ada
yang terluka
ada yang duduk, ada yang
diduduki
ada yang berlimpah, ada
yang terkuras
dan kita disini bertanya
:
"maksud baik saudara
untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak
yang mana ?"
kenapa maksud baik
dilakukan
tetapi makin banyak
petani kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung
telah dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan
segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang
diimpor
tidak cocok untuk petani
yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik
saudara untuk siapa ?"
sekarang matahari semakin
tinggi
lalu akan bertahta juga
di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang
panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk
memihak yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan
disini
akan menjadi alat
pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari
akan tenggelam
malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di
tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita
tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon
belakang
dan esok hari
matahari akan terbit
kembali
sementara hari baru
menjelma
pertanyaan - pertanyaan
kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini
kita bertanya :
ada yang menangis, ada
yang mendera
ada yang habis, ada yang
mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang
mana !
RENDRA
( jakarta, 1 desember
1977 )
Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini
hanya titipan,
bahwa mobilku hanya
titipan Nya,
bahwa rumahku hanya
titipan Nya,
bahwa hartaku hanya
titipan Nya,
bahwa putraku hanya
titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak
pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan
ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak
atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru
terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai
ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan
apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak
harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah semua
"derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih
Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka
selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap
menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah
mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas
"perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai
keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari
kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan
bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
(WS Rendra).
===========================================================
Aku Tulis Pamplet Ini
AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA LEMBAGA PENDAPAT
UMUM
DITUTUPI JARING
LABAH-LABAH
ORANG-ORANG BICARA DALAM
KASAK-KUSUK,
DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN
MENJADI PENG-IYA-AN
APA YANG TERPEGANG HARI
INI
BISA LUPUT BESOK PAGI
KETIDAK PASTIAN
MERAJALELA
DI LUAR KEKUASAAN
KEHIDUPAN MENJADI TEKA-TEKI,
MENJADI MARABAHAYA,
MENJADI ISI KEBON
BINATANG
APABILA KRITIK HANYA
BOLEH LEWAT SALURAN RESMI
MAKA HIDUP AKAN MENJADI
SAYUR TANPA GARAM
LEMBAGA PENDAPAT UMUM
TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN
TIDAK MENGANDUNG
PERDEBATAN
DAN AKHIRNYA MENJADI
MONOPOLI KEKUASAAN
AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA PAMPLET BUKAN TABU
BAGI PENYAIR
AKU INGINKAN MERPATI POS
AKU INGIN MEMAINKAN
BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI TANGANKU
AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT
ASAP KAUM INDIAN
AKU TIDAK MELIHAT ALASAN
KENAPA HARUS DIAM
TERTEKAN DAN TERMANGU
AKU INGIN SECARA WAJAR
KITA BERTUKAR KABAR
DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN
SETUJU ATAU TIDAK SETUJU
KENAPA KETAKUTAN MENJADI
TABIR PIKIRAN ?
KEKHAWATIRAN TELAH
MENCEMARKAN KEHIDUPAN
KETEGANGAN TELAH
MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG MERDEKA
MATAHARI MENYINARI
AIRMATA YANG BERDERAI MENJADI API
REMBULAN MEMBERI MIMPI
PADA DENDAM
GELOMBANG ANGIN
MENYINGKAPKAN KELUH KESAH
YANG TERONGGOK BAGAI
SAMPAH
KEGAMANGAN
KECURIGAAN
KETAKUTAN
KELESUAN
AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA KAWAN DAN LAWAN
ADALAH SAUDARA
DI DALAM ALAM MASIH ADA
CAHAYA
MATAHARI YANG TENGGELAM
DIGANTI REMBULAN
LALU BESOK PAGI PASTI
TERBIT KEMBALI
DAN DI DALAM AIR LUMPUR
KEHIDUPAN
AKU MELIHAT BAGAI TERKACA
:
TERNYATA KITA, TOH,
MANUSIA !
===========================================================
Kangen
Kau tak akan mengerti
bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan
tanpa cinta
kau tak akan mengerti
segala lukaku
kerna luka telah
sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu
adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan
dalam kelumpuhan.
Engkau telah menjadi
racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen
dan sepi
itulah berarti
aku tungku tanpa api.
===========================================================
Kenangan Dan Kesepian
Rumah tua
dan pagar batu.
Langit di desa
sawah dan bambu.
Berkenalan dengan sepi
pada kejemuan disandarkan
dirinya.
Jalanan berdebu tak
berhati
lewat nasib menatapnya.
Cinta yang datang
burung tak tergenggam.
Batang baja waktu lengang
dari belakang menikam.
Rumah tua
dan pagar batu.
Kenangan lama
dan sepi yang syahdu
Nah itulah artikel tentang "Kumpulan Sajak Puisi WS Rendra" yang semoga bisa berguna bagi koleksi puisi sobat pembaca sekalian.
0 komentar :
Post a Comment
Terimakasih banyak atas kunjungannya